Para Ulama Libya di Benghazi "Nikmati" Aksi Kecam Gaddafi di Mimbar Jumat

Written By Juhernaidi on Rabu, 20 April 2011 | 3:37:00 PM

Polisi rahasia penguasa Libya Muammar Gaddafi sejak lama telah "menghantui" masjid-masjid di negara itu, memblokir, menyiksa dan membunuh para ulama yang mengecam pemerintahan Gaddafi.
Sekarang para pemberontak di timur negara itu bisa bebasa dari kontrol rezim Gaddafi, memanfaatkan kebebasan yang baru mereka temukan, para ulama di Benghazi dengan berani dan tegas menyerang Gaddafi dari mimbar-mimbar masjid.
Berlawanan dengan upaya yang dilakukan oleh rezim Gaddafi untuk menggambarkan pemberontakan rakyat telah dipimpin oleh al-Qaidah yang berusaha untuk memaksakan sebuah negara Islam, banyak ulama yang baru dibebaskan rezim Gaddafi menyatakan bahwa negara membutuhkan sebuah pemerintahan demokratis sipil.
"Kami menuntut hak kami, karena hanya ini yang kami inginkan. Kami juga menuntut untuk tahu di mana kekayaan negara kami, dan kami menuntut martabat kami!" kata seorang pengkhotbah Muhammad Taib di depan kerumunan 500 jamaah di Masjid Benghazi dalam sebuah khotbah Jumat baru-baru ini. "Kami menuntut negara sipil dan beradab. Kami ingin apa semua orang bebas bersuara!"
Taib, yang dipenjara selama tujuh tahun oleh rezim, mendesak para jamaatnya untuk bekerja mewujudkan sebuah negara sipil dengan lembaga-lembaga yang kuat dan kebebasan berbicara dan berserikat. Dia juga di atas mimbar mengejek Gaddafi, dengan menyebutnya "orang yang aneh."
Isi khutbah serupa juga banyak di sampaikan di masjid-masjid yang ada di timur Libya, mencerminkan sikap kepemimpinan politik gerakan pemberontak dua bulan lamanya menguasai Benghazi, kota kedua Libya terbesar, yang mengatakan ingin terwujudnya demokrasi sipil di mana agama akan memiliki peran yang terbatas dalam pemerintahan.
Namun kantor urusan agama setempat mengatakan bahwa mereka akan tetap memantau pengkhotbah agar tidak mengarah ke arah ekstremisme.
Sekarang para imam di wilayah timur dapat menikmati kebebasan mereka untuk benar-benar mengekspresikan pemahaman agama mereka setelah lama bermasalah dengan rezim Gaddafi, kata Ghaith al-Fakhri, seorang profesor hukum Islam lokal yang baru-baru ini mengatakan kepada kerumunan ribuan orang bahwa Gaddafi telah melanggar "kontrak sosialnya" dengan rakyatnya sendiri dan harus digulingkan.
Gaddafi tidak bisa menghancurkan masjid seperti yang ia lakukan terhadap lembaga sosial lainnya, sehingga ia bisa mengontrol ketat mereka. Pengkhotbah di bawah rezim Gaddafi diminta untuk meningkatkan pemikiran sosialis Gaddafi, serta sikap anti-kolonialisnya. Untuk memastikan para pengkhotbah mematuhi aturan itu, polisi rahasia memantau isi khotbah, kadang-kadang mereka memberikan teks khotbah yang akan dibaca kata demi kata, yang berisi pujian terhadap prestasi Libya atau isi teks yang menghina Amerika Serikat atau negara lain, kata al-Fakhri.
"Semua pembicaraan agama diarahkan untuk melayani politik dan ide dari Gaddafi," katanya menegaskan.
Jika tidak, isi khutbah mereka hanya terjebak pada masalah-masalah umum seperti kesabaran dan kebersihan atau cerita-cerita dari sejarah Islam, kata al-Fakhri. Setiap penyimpangan atau berusaha menampilkan isi khutbah yang "beda" dapat menyebabkan penangkapan.
Aturan ini masih dilaksanakan di bagian Libya yang dikontrol oleh Gaddafi. Sejak pemberontakan dimulai, warga dari pusat kota Tripoli telah melaporkan banyaknya kehadiran polisi di dekat masjid pada hari Jumat, dengan orang-orang bersenjata lengkap mengantisipasi akan adanya aksi protes setelah shalat Jumat.
Ketegangan antara pemimpin agama dan rezim Gaddafi meningkat pada era 1990-an dengan munculnya kelompok Islam militan Libya Fighting Group, yang melakukan serangan terhadap rezim Gaddafi dan bertujuan untuk mendirikan negara Islam. Rezim menanggapi dengan menangkap ribuan aktivis Islam yang dicurigai, menahan banyak pria yang sebenarnya sama sekali tidak memiliki hubungan dengan kelompok tersebut, namun hanya memakai jenggot panjang atau celana menggantung yang sering dipakai oleh beberapa Muslim konservatif.
Tindakan keras Gaddafi merupakan pukulan berat ke kelompok Islam, dengan banyak dari pemimpinnya mati di penjara. Anggota lainnya melarikan diri untuk berperang di Irak dan Afghanistan. Pada tahun 2007, al-Qaidah mengumumkan kelompok mereka secara resmi dikaitkan dengan gerakan itu.
Selama aksi penumpasan kelompok Islam, banyak pengkhotbah Muslim menjadi tersangka.
"Jika Anda memberikan khotbah yang sedikit berbau politik, mereka akan memanggil Anda segera," kata Khalid bin Rashid, seorang ulama yang mengatakan ia dipenjarakan pada tahun 1995 hanya karena memberikan uang kepada orang miskin. Para penahannya mengatakan kepadanya bahwa ia telah melakukan pelanggaran sosialisme Libya.
Bin Rashid mengatakan ia ditahan selama berbulan-bulan dalam kamar mandi kotor dengan 15 pria lain sebelum dipindahkan ke penjara, di mana para penculiknya memukul dia dengan kawat tebal sewaktu dia membaca Al-Quran. Tahanan lainnya banyak yang mati di bawah penyiksaan, katanya menambahkan.

Simulasi Jangka Sorong