
LONDON - Atom adalah partikel terkecil, begitu ilmu pengetahuan mengajarkan. Tapi sesudah tahun 1900-an para ahli menemukan bahwa masih ada yang lebih kecil lagi dari Atom yakni Inti Atom. Belakangan, ketika ilmu pengetahuan terus melaju, para ilmuwan kemudian menemukan bahwa Inti Atom itu masih bisa dipecah lagi. Begitu seterusnya.
Dan kini para ahli sudah sampai pada sebuah partikel 
terkecil yang disebut Higgs Boson. Dan Higgs Boson inilah yang disebut 
sebagai ibu dari segala partikel yang diyakini pertama kali membentuk 
jagad raya. Para ahli bumi menyebut Higgs Boson sebagai "partikel 
Tuhan".
Peneliti di Fermilab baru-baru ini menemukan sebuah partikel yang selama ini belum pernah dijumpai sebelumnya. 
Walaupun partikel ini bukan merupakan Higgs Boson, yang selama ini 
dicari-cari oleh para fisikawan, namun penemuan ini ditengarai merupakan
 sebuah bukti baru adanya partikel baru di alam.
Seperti 
diberitakan MSNBC, peneliti menemukan partikel ini melalui alat pemecah 
atom Tevatron di laboratorium fisika Fermilab, di Batavia Illinois 
Amerika Serikat.
Saat mereka menubrukkan elektron dan antiproton melalui jalur cincin 
sepanjang 4 mil dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya, 
ternyata terbentuk sebuah pancaran partikel dengan energi massif hingga 
144 giga electron volt (GeV). 
Selama ini tidak ada partikel 
yang memiliki energi sebesar itu. Partikel Higgs Boson, yang diyakini 
sebagai partikel paling elementer dari sebuah benda, dan memberi massa 
kepada partikel lainnya, diprediksi cuma memiliki energi 115 sampai 185 
GeV. 
Namun pola partikel ini tidak  mirip dengan ciri partikel Higgs Boson
 yang disepakati oleh para ahli. "Bila ini benar-benar merupakan sebuah 
partikel baru, ini tidak bisa dijelaskan dengan model standar yang 
berlaku," kata Pierluigi Catastini, salah satu peneliti yang melakukan 
penemuan ini. 
Oleh karenanya, kata Catastini, mereka membutuhkan sebuah model baru untuk menjelaskan pola partikel baru ini. 
"Seluruh dunia Fisika terkejut dengan hasil ini," ujar David Kawall, 
dari University of Massachusetts Amherst, seperti diberitakan 
situs LiveScience. Hal yang sama dikatakan oleh Michael S Turner, 
Direktur Kavli Institute for Cosmological Physics dari University of 
Chicago.
Menurut Turner, penemuan ini merupakan penemuan besar. 
"Ini merupakan penemuan yang tak disangka yang bisa mengubah Fisika energi tinggi dan kosmologi," kata Turner. 
Namun, tak semua peneliti setuju. Sheldon Stone, peneliti dari Syracuse
 University, mengatakan bahwa penemuan itu masih belum cukup memiliki 
data. " Saya tidak percaya. Penemuan itu sangat tergantung pada detail 
latar belakang percobaan, dan perubahan kecil saja bisa merubah semua 
hasil tersebut," kata dia.
Namun, signifikansi statistik dari 
data percobaan sudah melampaui tiga deviasi standar. Ini berarti 
kemungkinan penemuan ini hanya merupakan anomali acak, yakni lebih kecil
 dari seperseribu. Oleh karenanya, penemuan ini bisa dibilang 
signifikan, walaupun belum bisa dikonklusikan. 
Bila pengukuran
 lebih jauh sudah dapat ditentukan, dan polanya telah memenuhi lima 
deviasi standar, sudah pasti, akan lebih banyak fisikawan yang mengakui 
penemuan ini
 
 
