Amerika
Serikat, Inggris dan Perancis memukul Libya dengan serangan rudal
Tomahawk dan serangan udara pada dini hari Minggu ini (20/3), memicu
kemarahan dari Muammar Gaddafi yang menyatakan Mediterania telah menjadi
"medan perang."
Dalam intervensi Barat terbesar di dunia Arab sejak invasi tahun 2003
pimpinan AS ke Irak, kapal perang Amerika dan sebuah kapal selam
Inggris setidaknya telah menembakkan 110 rudal jelajah Tomahawk ke Libya
pada hari Sabtu kemarin, militer AS mengatakan.
Laksamana William Gortney kepada wartawan di Pentagon menyatakan
bahwa rudal jelajah memukul lebih dari 20 sistem pertahanan udara
terpadu dan fasilitas udara lainnya serta fasilitas pertahanan darat."
Serangan itu terjadi dua hari setelah resolusi Dewan Keamanan PBB
dengan dukungan Arab memberikan wewenang aksi militer untuk mencegah
pasukan Gaddafi dari menyerang warga sipil di tengah pemberontakan
melawan pemerintahan otokratis Gaddafi..
Seorang koresponden AFP mengatakan bom dijatuhkan Minggu pagi dekat
Bab al-Aziziyah, markas Gaddafi di Tripoli, mendorong terjadinya
tembakan anti-pesawat dari pasukan Libya yang berlangsung sekitar 40
menit.
Televisi negara memperlihatkan gambar ratusan pendukung Gaddafi yang
dikatakan telah berkumpul sebelumnya untuk menjadi perisai manusia di
Bab al-Aziziyah dan di bandara internasional ibukota.
Seorang pejabat Libya kepada AFP menyatakan bahwa setidaknya 48 orang
tewas dan 150 terluka - terutama perempuan dan anak-anak - dalam
serangan, yang dimulai dengan serangan oleh pesawat perang Perancis.
Namun Perancis membantah dengan mengatakan bahwa yang mereka serang
adalah kenderaan militer milik pasukan pro Gaddafi.
Media pemerintah Libya mengatakan pesawat tempur aliansi Barat pada
Sabtu malam membom sasaran sipil di Tripoli, menyebabkan korban
sementara Juru bicara militer mengatakan serangan juga menghantam tangki
bahan bakar kota yang dikuasai pemberontak dari Misrata, timur Tripoli.
Gaddafi, dalam siaran audio pesan singkatnya di televisi negara,
mengecam keras serangan tersebut dengan menyebutnya sebagai "agresi
barbar, Tentara Salib."
Dia bersumpah akan melakukan serangan pembalasan, terkait serangan
pasukan aliansi pada sasaran militer dan sipil di Mediterania, yang
katanya telah berubah menjadi "medan perang yang nyata."
"Sekarang depot senjata telah dibuka dan semua orang Libya
bersenjata," untuk melawan kekuatan Barat, pemimpin veteran itu
memperingatkan.
Kementerian Luar Negeri Libya mengatakan bahwa setelah serangan,
Libya menganggap sebagai tidak resolusi PBB yang tidak valid dan
memerintahkan gencatan senjata oleh pasukan aliansi dan meminta
pertemuan mendesak Dewan Keamanan.
Serangan terhadap Libya "mengancam perdamaian dan keamanan internasional," kata kementerian luar negeri.
"Libya menuntut pertemuan mendesak Dewan Keamanan PBB setelah agresi
Perancis-Amerika-Inggris terhadap Libya, yang juga merupakan negara
merdeka anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa," katanya menegaskan.