Menteri Keuangan Mesir Youssef Boutros-Ghali pada hari Rabu kemarin (19/1) mengatakan aksi warga Mesir yang membakar diri tidak akan memicu sebuah revolusi, seperti yang terjadi di Tunisia."Ini merupakan upaya untuk meniru hal-hal yang tidak akan terjadi di Mesir," katanya menegaskan. "Mesir berbeda dari Tunisia."
"Kami memiliki pers yang bebas dan masyarakat yang terbuka, dan subsidi kami disalurkan kepada yang membutuhkan," tambahnya, menjelaskan bahwa adanya subsidi untuk 10 persen dari produk domestik bruto tahunan.
Para pengamat mengatakan bahwa tindakan bakar diri di Mesir, sekarang berjumlah sekitar setengah lusin, tampaknya didorong oleh keluhan serupa dengan apa yang terjadi di Tunisia yang berakhir dengan tergulingnya presiden mereka, Zine al-Abidine Ben Ali.
Warga Arab di Mesir dan negara-negara Arab lainnya mengeluhkan naiknya harga-harga barang pokok, kekurangan lapangan pekerjaan, kemiskinan, dan penindasan oleh rezim otoriter.
Para pengamat mengatakan belum ada tanda-tanda momentum yang bisa menuju pemberontakan yang lebih luas yang bisa membanjiri aparat keamanan besar Mesir. Tapi peristiwa Tunisia telah menarik perhatian luas dan adanya seruan yang kuat untuk perubahan politik.
Protes di Tunisia meletus setelah aksi bunuh diri pedagang sayuran Muhammad Bouazizi, 26 tahun, yang membakar dirinya pada tanggal 17 Desember ketika polisi menyita gerobak sayurnya.
Al-Azhar Mesir telah memperingatkan bahwa bunuh diri, untuk alasan apapun, dilarang dalam Islam.
Kepala Liga Arab Amr Moussa memperingatkan para pemimpin di wilayah ini, yang berkumpul di sebuah resor Mesir pada hari Rabu kemarin, untuk mengindahkan seruan untuk mencari solusi bagi permasalahan ekonomi dan politik yang memicu pergolakan seperti di Tunisia. Dia mengatakan kemarahan warga Arab telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Para pejabat Mesir telah berusaha untuk mengecilkan kemungkinan bahwa pemberontakan Tunisia mungkin menyebar di Mesir.