Kongkalikong Kasus Joki Napi

Written By Juhernaidi on Rabu, 05 Januari 2011 | 6:01:00 PM

Menko Polhukam Djoko Suyanto mengakui adanya keterlibatan aparat penegak hukum dalam kasus napi bayaran di Bojonegoro, Jawa Timur. Dia pun telah meminta agar dilakukan pengusutan hingga tuntas.

"Ini ada kongkalingkong, mana mungkin di tengah jalan orangnya berubah begitu saja," terang Djoko di Jakarta, Selasa (4/1).

Dia menjelaskan, tim dari Kemnekum HAM dan Kejaksaan Agung terus bekerja untuk mengungkap kasus ini. "Kita tunggu nanti hasilnya apa," katanya.

Terbongkarnya kasus ini berawal dari kecurigaan petugas Lapas Bojonegoro yang sebelumnya sempat mengetahui wajah terdakwa Kasiem. Setelah ditelusuri, ternyata benar bahwa yang dijebloskan ke dalam sel tahanan adalah orang yang salah. Karni sendiri, telah mengakui bahwa dirinya mendapat imbalan uang dari Kasiem untuk menggantikannya menerima hukuman di dalam penjara.

Dalam kasus ini, Kasiem mestinya menjalani hukuman atas putusan Kasasi untuk 2 perkara sekaligus. Yakni Kasasi nomor 2726K dan 2712K yang semuanya menguatkan putusan PN Bojonegoro dan PT yang telah menjatuhkan vonis 3 bulan 15 hari terkait kasus penyelewengan pupuk bersubsidi.

Secara terpisah, Jaksa Agung Muda Pengawasan, Marwan Effendy mengakui adanya unsur kesengajaan dalam kasus penukaran narapidana di Lapas Bojonegoro, Jawa Timur. Jaksa maupun pegawai Kejaksaan yang terbukti terlibat terancam dikenai sanksi.

"Tidak hanya kelalaian tapi juga ada kesengajaan, dan hukuman disiplin akan kita jatuhkan. Tentunya yang terberat dari PP 53 (tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil)," tegas Marwan.

Sanksi berat juga akan dijatuhkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bojonegoro, Wahyudi. Sebagai Kajari, seharusnya Wahyudi bisa menjalankan pengawasan melekat (waskat) terhadap anak buahnya dalam hal ini Kasi Pidsus Hendro Sasmito, staf TU Widodo Priyono dan jaksa penuntut Tri Mawarni.

"Iya, saya sudah usulkan juga, Kajari juga harus ditarik itu dari sana. Ya artinya dia tidak menjalankan waskatnya dengan baik. Dia jangan koar-koar saja," ujarnya.

Dia melihat pelanggaran disiplin oleh jaksa dalam kasus ini termasuk pelanggaran berat."Ini kalau tidak ditindak akan menjadi preseden buruk masa akan datang. Jadi Kajari-Kajari lain nanti juga akan seperti itu, asal-asalan. Ya istilahnya lalai juga, dia seenaknya saja dalam pembinaan anak buahnya. Jadi sama halnya dengan kasus-kasus lain-lain, kalau mereka ada yang terlibat, atasannya harus tanggung jawab," ucapnya.

Marwan mengatakan, dirinya telah menegur Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim) agar para jaksa yang terlibat jangan diberikan hukuman ringan. Dia meminta agar Kajati mengusulkan hukuman berat terhadap mereka.

Namun demikian, Marwan belum mau menyebut bentuk hukuman yang akan dijatuhkan ke para jaksa. Marwan menuturkan, sesuai dengan PP 53 tahun 2010 pihak Kejaksaan tidak boleh mengumumkan terlebih dahulu sebelum jaksa yang akan dijatuhi sanksi mengajukan keberatan.

"Tapi kita sudah bisa merabalah. Yah, pokoknya dari mutasi sampai pencopotan," tandasnya.

Habiskan Rp 22 Juta

Kasiyem (55) yang dihubungi wartawan mengaku mengeluarkan uang Rp 22 juta agar dirinya tidak masuk penjara di Lembaga Pemasyarakatan (LP) kelas IIA Bojonegoro.

Ia mengaku uang tersebut diserahkan kepada penasehat hukumnya sebelum dieksekusi tanggal 27 Desember 2010. "Saya minta tidak masuk penjara itu saja," katanya di LP Bojonegoro, kemarin.

Kasiyem tidak menyangka cara yang digunakan penasehat hukumnya agar dirinya tidak mendekam di penjara dengan menerapkan joki napi. "Tidak punya niat untuk ditukar dengan orang," ujarnya.

Warga Desa Kalianyar, Kecamatan Kapas itu belum pernah mendekam di LP Bojonegoro karena digantikan oleh Karni. Sebagai joki napi, Karni diduga mendapatkan uang Rp 10 juta.

Kejadian terjadi karena petugas LP tidak cermat dalam melakukan regristasi napi yang masuk. Data mengenai Kasiyem yang dibawa ke lapas, tidak dilengkapi dengan foto.

Simulasi Jangka Sorong