Jakarta - Diksi kata "Pembangunan" memiliki sebuah definisi yang sangat besar di dalamnya. Dalam KBBI telah disebutkan dengan gamblang bahwa kata "Pembangunan" merupakan proses berkelanjutan untuk bangkit. Kata "Bangun" atau sering pula diselaraskan dengan kata "Bangkit" selalu dilekatkan secara personal pada seseorang atau secara komunal pada sebuah kumpulan orang. Bisa itu masyarakat atau juga negara. Dalam perjalanannya pembangunan akan menemui friksi-friksi eksternal yang akan menjadi inhibitor dan katalisator yang mempengaruhi waktu pencapaian keagungan visi dari pembangunan tersebut. Untuk mencapai sebuah perdamaian dunia paradigma pembangunan dalam level personal dan bangsa pun belumlah cukup. Di era milenium saat ini pembangunan mestilah difokuskan pada pembangunan dalam level masyarakat globalisasi. Artinya kita berbicara tentang kehidupan bangsa-bangsa. Dan, berbicara tentang permasalahan ini, saya ingin mengajak kita semua untuk mengingat sasaran pembangunan milenium yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2005 silam. Indonesia dan 189 negara lainnya telah menyepakati 8 sasaran milenium, yakni:
- Pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim
- Pemerataan pendidikan dasar
- Mendukung adanya persaman jender dan pemberdayaan perempuan
- Mengurangi tingkat kematian anak
- Meningkatkan kesehatan ibu
- Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya
- Menjamin daya dukung lingkungan hidup
- Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Di dunia kita hari ini setiap hari delapan juta orang meninggal karena terlalu miskin untuk bertahan hidup. Sementara 1,1 miliar manusia, atau seperenam penduduk bumi, terpuruk dalam apa yang disebut Jeffrey D Sach dalam The End of Poverty: Economic Possibilities for Our Time (2005) sebagai "kemiskinan ekstrim". Dunia kita sejatinya dipenuhi kemiskinan. Inilah lahan subur bagi konflik, permusuhan, dan terorisme. Ladang kering dan tandus bagi perdamaian. Kemiskinan berlanjut pada merosotnya pemerataan pendidikan dan peningkatan mortalitas manusia. Tidak berakhir sampai di sana. Permasalahan penyebaran penyakit baru. Rusaknya lingkungan hidup juga menjadi permasalahan yang tak kunjung usai.
Sasaran-sasaran ini membuat semua paradigma pembangunan sebuah negara menjadi berubah. Pembangunan yang tadinya berfokus pada kemakmuran kini harus secara pasti bertransendensi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat global. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai macam usaha dunia yang mengarah pada sasaran Millennium Development Goals (MDGs) tersebut.
Sebut saja misalnya Traktat Tokyo (1997) yang banyak ditentang oleh negara adidaya hingga kini masih dipertahankan keberadaannya oleh negara berkembang. Ada lagi solidaritas dari negara-negara selatan untuk mendesak negara-negara utara meningkatkan bantuan pembangunan bukan hutang tanpa syarat dan berkualitas minimal 0,7 persen dan menolak ODA (official development assistance) yang tidak bermanfaat untuk negara tersebut.
Hal inilah yang benar-benar diperingatkan sejak lama oleh Adam Smith di dalam bukunya Wealth of Nation (1776). Bahwa dalam konteks kenegaraan ambisi pribadi (self interests) harus diimbangi dengan moral yang baik sehingga dapat menahan nafsu dan ambisinya (self reliance). Bisa dibayangkan kalau hal itu tidak dilakukan. Sudah tentu tidak akan ada pemerataan yang adil bagi semua negara-negara di dunia.
Negara-negara yang kaya akan semakin kaya dan negara-negara miskin akan semakin berada di lembah kemiskinannya.
Lahirnya delapan butir sasaran MDGs ini menjadi pintu gerbang negara-negara dunia bisa mengendalikan 'nafsu'-nya sekaligus memupuk kesadaran bahwa ada tanggung jawab untuk menjaga keutuhan dunia bersama. Sampai sekarang negara-negara penggiat MDGs tetap bertahan menyuarakan seuran untuk mengambil langkah aksi guna mencapai semua sasaran tersebut. Komitmen nyata yang telah hadir adalah tergalangnya dana 16 miliar dolar AS, dengan sekitar 1,6 miliar dolar AS untuk meningkatkan keamanan pangan, 4,5 miliar dolar AS untuk pendidikan, dan 3 miliar dolar AS untuk mereduksi penyakit malaria.
Sekarang bagaimana dengan negara Indonesia? Indonesia termasuk negara yang sangat concern merealisasikan capaian 8 butir sasaran tadi. MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia. Mulai dari tahap perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya di bawah komando Bappenas. Walaupun mengalami berbagai kendala namun pemerintah memiliki komitmen untuk mencapai sasaran-sasaran ini dan dibutuhkan kerja keras serta kerja sama dengan seluruh pihak. Termasuk masyarakat madani, pihak swasta, dan lembaga donor.
Sayang aduh sayang. Baru-baru ini pemerintah menengarai bahwa ada tiga sasaran yang dimungkinkan gagal pencapaiannya pada tahun 2015. Kemungkinan itu ditunjukan lewat angka kematian ibu melahirkan yang masih tinggi, pencegahan HIV/ AIDS yang belum maksimal, dan peremajaan lingkungan hidup yang tidak optimal. Belum lagi tanggungan beban hutang yang sangat besar. Program-program MDGs lainnya membutuhkan biaya yang sangat besar.
Jika dirujuk lewat data Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia baru menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun.
Akibat hal tersebut tidak salah jika Indonesia ditempatkan pada posisi yang rentan. Indeks kerentanan pencapaian MDGs Indonesia berada pada posisi menengah bersama Filipina, Nepal, dan Papua Nugini, serta lebih buruk dibandingkan Vietnam, Bangladesh, dan India. Hal ini sangat mengkhawatirkan, mengingat sisa waktu lima tahun lagi (baca: 2015) untuk bisa memenuhi MDGs.
Indonesia harus benar-benar memacu diri untuk mengejar ketertinggalannya. Setidaknya ada empat hal yang harus diperhatikan negara ini untuk dapat memenuhi sasaran MDGs ke depannya:
Pertama, Sinkronisasi arah gerak pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Saat ini ada 46 program dan 105 tindakan terkait upaya pencapaian MDGs, program prorakyat, dan program keadilan untuk semua yang telah dicanangkan oleh pemerintah pusat. Program dan tindakan itu hanyalah menjadi sia-sia belaka tanpa adanya tindakan nyata di level kabupaten. Maka jangan sampai sistem desentralisasi negara ini menjadi penghambat. Jadi, semakin menggeliatnya peran pemerintah daerah untuk menyukseskan tujuan pembangunan milenium semakin cepat pula MDGs negara Indonesia akan tercapai.
Kedua, perbaikan sektor pendidikan Indonesia. Sebenarnya, hampir delapan sasaran MDGs dapat tercapai jika sasaran perbaikan sektor ini telah selesai. Bagaimana tidak? Pendidikan akan meningkatkan harkat hidup orang miskin, sehingga bencana kelaparan, kematian, dan penyakit pun pasti akan menurun. Begitu pula juga dengan kesadaran pemahaman gender dan menjaga lingkungan hidup. Pemerintah harus memutar otak untuk meningkatkan jumlah partisipan pendidikan sesuai dengan umur pendidikannya.
Ketiga, mempertahankan kearifan lokal yang ada di Indonesia. Di dalam kearifan lokal terkandung sebuah visi, misi, dan nilai-nilai yang menjelma menjadi sebuah identitas sebuah masyarakat. Manusia Indonesia yang terkenal dengan jiwa sosial dan kegotong-royongannya akan memberikan kontribusi yang besar dalam pencapaian MDGs ke depannya. Dengan semangat kepedulian yang tinggi anggota masyarakat Indonesia bisa bertenggang rasa dan tepo seliro pada anggota masyarakat lainnya yang mengalami suatu problem kehidupan. Dengan demikian, sektor masyarakat dapat membantu sektor pemerintah secara kultural.
Keempat, mengoptimalkan penggunaan prinsip Eco-Technology. Prinsip ini mencoba menyeimbangkan antara kebutuhan manusia dan kebutuhan alam. Prinsip ini memberikan solusi atas ketergantungan negara Indonesia pada penggunaan energi fosil. Indonesia yang kaya dengan sumber daya energi alternatif memiliki potensi besar untuk menggunakan Eco-Technology. Yang menjadi pemasalahan kini tinggallah ketentuan kebijakannya. Implementasi dari penggunaan prinsip ini akan berdampak sistemik terhadap penurunan pencemaran lingkungan.
Refleksi Perkembangan MDGs Dunia dan Indonesia
Written By Juhernaidi on Sabtu, 24 Juli 2010 | 6:38:00 PM
Label:
BERITA