EVALUASI PERJALANAN SEJARAH UMAT ISLAM

Written By Juhernaidi on Rabu, 05 Mei 2010 | 1:07:00 AM




Seiring pergantian tahun Hijriyyah sudah sepantasnya kaum muslimin melakukan evaluasi dan introspeksi akan perjalanan sejarahnya selaku sebuah ummat. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam telah memprediksi bahwa perjalanan sejarah ummat Islam akan ditandai dengan silih bergantinya pola kepemimpinan yang berlaku. Bakal ada lima babak perjalanan sejarah ummat Islam dengan lima pola kepemimpinan sejak awal Nabi Akhir Zaman shollallahu ’alaih wa sallam

tersebut diutus hingga datangnya hari Kiamat. Inilah hadits yang dimaksud:

تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا

ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ

ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ

مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا

ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا

إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ

“Muncul (1) babak Kenabian di tengah kalian selama masa yang Allah kehendaki, kemudian Allah mencabutnya ketika Allah menghendakinya. Kemudian muncul (2) babak Kekhalifahan mengikuti manhaj (cara/metode/sistem) Kenabian selama masa yang Allah kehendaki, kemudian Allah mencabutnya ketika Allah menghendakinya. Kemudian muncul (3) babak Raja-raja yang menggigit selama masa yang Allah kehendaki, kemudian Allah mencabutnya ketika Allah menghendakinya. Kemudian muncul (4) babak Penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak selama masa yang Allah kehendaki, kemudian Allah mencabutnya ketika Allah menghendakinya. Kemudian muncul babak (5) Kekhalifahan mengikuti manhaj (cara/metode/sistem) Kenabian. Kemudian Nabi diam.” (HR Ahmad)

Berdasarkan hadits di atas berarti dewasa ini ummat Islam sedang menjalani babak keempat perjalanan sejarahnya. Ummat Islam telah meninggalkan babak pertama yaitu babak kepemimpinan langsung Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam hingga beliau berpulang ke Rahmatullah. Kemudian ummat ini telah meninggalkan babak kedua yaitu babak kepemimpinan para khalifah yang berpegang teguh kepada manhaj (cara/metode/sistem) Kenabian dimana kita saksikan munculnya para Khulafa Ar-Rasyidiin (Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Ustman bin ’Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhum). Kemudian ummat ini meninggalkan babak ketiga yaitu babak kepemimpinan para khalifah yang masih berusaha ”menggigit” Kitabullah dan Sunnah Rasul shollallahu ’alaih wa sallam walaupun dalam pola suksesinya menggunakan cara pewarisan turun-temurun seperti pola kerajaan. Itulah babak kepemimpinan yang ditandai dengan munculnya Dinasti Bani Umayyah, Dinasti Bani Abbasiyyah dan Kesultanan Utsmani Turki. Pada babak ketiga sistem yang berlaku secara formal masih bisa dikatakan sistem Islam, hanya saja soal kepemimpinannya sangat bergantung kepada sosok figur Khalifah atau Sultannya. Bilamana ia seorang yang adil seperti Umar bin Abdul Aziz, maka keadilannya sangat dirasakan oleh masyarakat luas. Tidak sedikit juga para Sultan zalim yang berkuasa di babak ketiga tersebut. Namun satu hal yang pasti ialah ketiga babak terdahulu secara nyata telah ditinggalkan oleh ummat Islam.

Kemudian tibalah ummat ini ke dalam babak keempat, yaitu babak kepemimpinan para penguasa yang memaksakan kehendak mereka dan mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya. Inilah babak yang sedang dialami ummat Islam dewasa ini. Tidak ada lagi kepemimpinan yang benar-benar mengembalikan segenap urusannya kepada rujukan utama ummat, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahkan ummat Islam tidak lagi berada dalam suatu jama’ah tunggal dengan kepemimpinan tunggal atau Imam. Ketika masih berada di babak pertama, kedua dan ketiga ummat Islam masih merasakan sistem kepemimpinan yang secara formal berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan pada ketiga babak sebelumnya dunia masih menyaksikan hadirnya Jama’atul Muslimin dengan Imam tunggal yang menaungi seluruh ummat Islam tersebut. Seiring waktu keutuhan persatuan ummat Islam kian melemah sehingga pada gilirannya pecahlah entitas Jama’atul Muslimin tersebut. Puncaknya pada tahun 1924 secara resmi dibubarkanlah sistem Kekhalifahan dan mulailah ummat Islam hidup dengan kondisi terpecah-belah dalam nation-states (negara berdasarkan kebangsaan/faham nasionalisme) masing-masing. Maka mulailah ummat Islam hidup tanpa kejelasan Jama’atul Muslimin wa Imaamuhum (jamaah muslimin dan Imam mereka).

Pada hadits lainnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam pernah ditanya oleh sahabat Hudzaifah ibnul Yaman mengenai keadaan yang bakal menimpa ummat Islam di masa depan. Subhaanallah...! Hudzaifah rupanya memiliki pandangan futuristic (jauh ke masa depan). Beliau sangat mengkhawatirkan nasib jatuh-bangun ummat Islam. Sehingga beliau bertanya kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam apakah ummat Islam akan berada dalam keadaan yang konstan atau tidak. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam berkata tidak. Maka Hudzaifah-pun memohon arahan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam apa yang mesti dilakukan ketika keadaan ummat memburuk. Maka Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyuruh agar berpegang teguh kepada Jama’atul Muslimin wa Imaamuhum. Namun sahabat Hudzaifah yang terkenal cerdas terus mencecar Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dengan pertanyaan berikutnya. Bagaimana jika pada masa tertentu tidak hadir Jama’atul Muslimin wa Imaamuhum..? Maka Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyuruh agar ummat menjauhi segenap firqoh (kelompok) yang ada walaupun itu berarti harus hidup istiqomah dalam keadaan susah-payah.

كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي

فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ

فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ

قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ

قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي

تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ

قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا

قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ

قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا

وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

“Artinya: Dari Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiallohu ta’ala ‘anhu berkata: Manusia bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan menimpaku. Maka aku bertanya; Wahai Rasulullah, sebelumnya kita berada di zaman Jahiliah dan keburukan, kemudian Alloh mendatangkan kebaikan ini. Apakah setelah ini ada keburukan? Beliau bersabda: ‘Ada’. Aku bertanya: Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan? Beliau bersabda: “Ya, akan tetapi di dalamnya ada dakhanun”. Aku bertanya: Apakah dakhanun itu? Beliau menjawab: “Suatu kaum yang mensunnahkan selain sunnahku dan memberi petunjuk dengan selain petunjukku. Jika engkau menemui mereka maka ingkarilah”. Aku bertanya: Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan? Beliau bersabda: “Ya”, dai - dai yang mengajak ke pintu Jahanam. Barang siapa yang mengijabahinya, maka akan dilemparkan ke dalamnya. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, berikan ciri-ciri mereka kepadaku. Beliau bersabda: “Mereka mempunyai kulit seperti kita dan berbahasa dengan bahasa kita”. Aku bertanya: Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemuinya? Beliau bersabda: “Berpegang teguhlah pada Jama’ah Muslimin dan imamnya”. Aku bertanya: “Bagaimana jika tidak ada jama’ah maupun imamnya?” Beliau bersabda: “Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu”. (Riwayat Bukhari VI615-616, XIII/35. Muslim XII/135-238 Baghawi dalam Syarh Sunnah XV/14. Ibnu Majah no. 3979, 3981. Hakim IV/432. Abu Dawud no. 4244-4247.Baghawi XV/8-10. Ahmad V/386-387 dan hal. 403-404, 406 dan hal. 391-399)

Saudaraku, bukankah keadaan ummat Islam dewasa ini sangat mirip dengan yang digambarkan hadits di atas? Khususnya dalam hal bahwa:

1. Tidak ada jama’tul muslimin dan Imam tunggal yang memimpin ummat Islam. Artinya, dewasa ini yang ada hanyalah jama’ah minal muslimin (kelompok jama’ah dari sebagian ummat Islam) dengan pemimpinnya masing-masing yang tidak terkoordinasi dan terkonsolidasi. Masing-masing memandang kelompoknya sebagai yang paling patut diikuti. Penyakit ta’assub (fanatisme kelompok) merebak dengan suburnya. Bahkan tidak sedikit kelompok yang memandang jama’ahnya saja yang benar dan yang lainnya salah. Malah lebih jauh daripada itu ada yang sampai tega mengkafirkan segenap ummat Islam di luar kelompok jama’ahnya. Sebagaimana dikatakan oleh seorang penulis: ”Sebenarnya para pengamal untuk Islam (aktifis Islam) itu adalah Jama’ah minal muslimin (kumpulan sebagian dari muslimin) dan bukan Jamaatul Muslimin atau Jamaatul ‘Umm (Jamaah Induk), karena kaum muslimin sekarang ini tidak mempunyai Jamaah ataupun Imam. Ketahuilah wahai kaum muslimin, bahwa yang disebut Jamaah Muslimin adalah yang tergabung di dalamnya seluruh kaum muslimin yang mempunyai Imam yang melaksanakan hukum-hukum Alloh. Adapun jamaah yang bekerja untuk mengembalikan daulah khilafah, mereka adalah jamaah minal muslimin yang wajib saling tolong menolong dalam urusannya dan menghilangkan perselisihan yang ada di antara individu supaya ada kesepakatan di bawah kalimat yang lurus dalam naungan kalimat tauhid.”

2. Hadirnya du’aatun ilaa abwaabi jahannam (para dai yang mengajak ke pintu Jahanam). Mereka tidak mengajak manusia kepada keridhaan Allah semata dan ajaran Islam berdasarkan sunnah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Sebagaimana dikatakan oleh seorang penulis: ”Dinyatakan dalam hadits Hudzaifah tersebut supaya menjauhi semua firqah jika kaum muslimin tidak mempunyai jamaah dan tidak pula imam pada hari terjadi keburukan dan fitnah. Semua firqah tersebut pada dasarnya akan menjerumuskan ke dalam kesesatan, karena mereka berkumpul di atas perkataan/teori mungkar (mungkari minal qaul) atau perbuatan mungkar, atau hawa nafsu. Baik yang mendakwahkan mashalih (pembangunan) atau mathami’ (ketamakan) dan mathamih (utopia). Atau yang berkumpul di atas asas pemikiran kafir, seperti; sosialisme, komunisme, kapitalisme, dan demokrasi. Atau yang berkumpul di atas asas kedaerahan, kesukuan, keturunan, kemazhaban, atau yang lainnya. Sebab mereka semua itu akan menjerumuskan ke dalam neraka Jahanam, dikarenakan membawa misi selain Islam atau Islam yang sudah diubah…!”

Saudaraku, sungguh babak keempat ini merupakan perjalanan sejarah ummat Islam yang paling kelam. Namun, yakinlah bahwa jika kita mematuhi arahan Nabi Muhammad yaitu: “Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu”, insyaAllah kita akan dipertemukan dengan sesama mukmin yang menempuh jalan yang serupa dengan kita. Sehingga ketika fitnah kian mengganas bahkan hingga keluarnya puncak fitnah yakni Dajjal, insyaAllah orang-orang beriman yang mematuhi arahan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bakal tahan banting manakala yang lainnya telah ditelan dan masuk dalam perangkap fitnah Dajjal. Yang penting adalah mempertahankan iltizam (komitmen) kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam di zaman penuh fitnah ini. Dan yakinlah, saudaraku bahwa orang-orang ini walau awalnya tidak saling mengenal bahkan tidak pernah saling berjumpa, insyaAllah bakal dipersatukan Allah dalam barisan penjemput Jama’atul Muslimin wa Imaamuhum yang sejati. Merekalah yang pantas diberi kepercayaan oleh Allah untuk menjemput datangnya babak kelima berdasarkan hadits perjalanan sejarah ummat Islam di atas. Sebab Nabi shollallahu ’alaih wa sallam telah bersabda:

الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ

مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ

“Ruh-ruh manusia diciptakan laksana prajurit berbaris, maka mana yang saling kenal di antara satu sama lain akan bersatu. Dan mana yang saling mengingkari di antara satu sama lain akan berpisah.” (HR Muslim)
Diposkan oleh DJUHERNAIDI di 01:35 0 komentar
Label: ssjarah
Kaum Loyalis Kepada Syetan

Tahukah Anda bahwa di antara umat manusia terdapat orang-orang yang menjadikan syetan sebagai pemimpinnya? Mereka menyerahkan loyalitas kepada syetan sedemikian rupa sehingga lambat laun syetan berhasil berkuasa atas orang-orang itu. Akhirnya orang-orang yang menyerahkan loyalitasnya kepada para syetan menjadi bagian dari hizbusy-syaithan (pasukan syetan atau partai syetan). Na’udzubillahi min dzaalika..!

Di antara ciri-ciri mereka yang berpemimpin syetan ialah orang-orang yang ketika membaca Kitabullah Al-Qur’anul Karim tidak mengawali dengan memohon perlindungan kepada Allah dari syetan yang terkutuk (membaca ta’aawudz). Itulah yang membedakan mereka dengan orang-orang beriman. Orang-orang beriman senantiasa mengawali bacaan Al-Qur’an dengan memohon perlindungan Allah untuk dirinya dari godaan syetan yang tekutuk.

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ

”Apabila kamu membaca Al Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syetan yang terkutuk. Sesungguhnya syetan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syetan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” (QS An-Nahl ayat 98-100)

Mengapa mereka merasa tidak perlu memohon perlindungan Alah dari syetan terkutuk ketika mengawali bacaan Al-Qur’an? Di antara sebabnya karena mereka sendiri tidak percaya bahwa Al-Qur’an sungguh-sungguh merupakan Kitabullah, Kitab Suci yang datang dan bersumber dari Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Mereka perlakukan Al-Qur’an sebagai sebuah buku biasa karya manusia biasa, bahkan seperti yang diutarakan oleh salah seorang pegiat Jaringan Islam Liberal, Al-Qur’an merupakan sebuah buku sejarah kebudayaan bangsa Arab karya manusia Arab untuk kepentingan kultural budaya Arab semata. Al-Qur’an sebagai sebuah teks, menurut Nasr Hamid Abu Zayd, pada dasarnya adalah produk budaya. (Tekstualitas Al-Qur’an, 2000).

Oleh karenanya para aktifis JIL menganggap sah-sah saja bila Al-Qur’an ditafsirkan dengan metode Hermeneutika, yaitu sebuah metode interpretasi liberal terhadap Al-Qur’an sebagaimana diterapkan oleh kaum Nasrani dalam menginterpretasi Kitabullah Injil alias Bibel.

Selain itu, kaum loyalis kepada syetan ialah mereka yang mempersekutukan Allah. Sebab mereka sangat berbeda dengan kaum beriman yang benar-benar beriman kepada Rabbnya yaitu Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan bertawakkal kepadaNya. Pengertian bertawakkal kepada Allah ialah kaum beriman sangat mengandalkan apa-apa yang merupakan petunjuk dan arahan dari Allah.

Sedemikian rupa ke-tawakkal-an kaum beriman kepada Allah sehingga mereka tidak rela bila harus menjalani hidup, baik secara personal maupun sosial, di dalam naungan aturan dan hukum selain hukum Allah.

Sementara kaum loyalis kepada syetan sangat rela bahkan yakin bahwa kehidupan pribadi maupun bermasyarakat dan bernegara berdasarkan aturan dan hukum bikinan manusia alias bukan hukum Allah, merupakan jalan hidup yang sah-sah saja. Berarti mereka tidak benar-benar mau ber-tawakkal kepada Allah.

Mereka enggan untuk mengandalkan arahan dan petunjuk ilahi dalam menempuh kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara. Mereka lebih yakin dan mengandalkan diri mereka sendiri dalam menata kehidupan pribadi dan sosialnya.

Padahal Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan doa agar kita tidak mengandalkan diri sendiri dalam hidup, namun harus mengandalkan Allah semata. Bertawakkal kepada Allah. Sebab bertawakkal kepada selain Allah merupakan salah satu bentuk mempersekutukan Allah dengan sesuatu selain Dia. Sikap itu merupakan sikap seorang musyrik..!

ياَ حَيُّ ، يَا قَيُّومُ ، بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ ، أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلِّهِ ،

وَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ ، وَلَا إِلَى أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ

“Wahai Allah Yang Maha Hidup, wahai Allah Yang Senantiasa Mengurusi, tidak ada tuhan selain Engkau, dengan rahmatMu aku memohon pertolongan, perbaikilah keadaan diriku seluruhnya dan jangan Engkau serahkan nasibku kepada diriku sendiri (walau) sekejap mata, tidak pula kepada seorang manusiapun.” (HR Thabrani 445)

Dewasa ini kita hidup dalam sebuah zaman dimana kebanyakan orang menganggap bahwa bertawakkal kepada Allah hanya dalam urusan ketika sudah menghadapi masalah dalam hidup. Itupun ke-tawakkal-an dalam bentuk memohon kepada Allah pertolongan saat diri telah tenggelam dalam kesulitan hidup seperti jatuh miskin atau sakit berat atau kehilangan sesuatu stau seseorang yang sangat dicintainya. Sedangkan sewaktu dia berjaya dia tidak pernah peduli untuk hidup dengan mengikuti petunjuk ilahi dan mematuhi aturan serta hukum Allah.

Ia bangga dan sangat percaya diri hidup berdasarkan hawa nafsu pribadinya dan mematuhi aturan dan hukum selain yang datang dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Mereka enggan untuk menjadikan ajaran Allah, Al-Islam, sebagai jalan hidup. Mereka lebih bangga dan percaya diri untuk menata kehidupan berdasarkan berbagai ideologi buatan manusia seperi demokrasi, nasionalisme, humanisme, liberalisme, materialisme dan sekularisme. Padahal sikap demikian menunjukkan absennya ke-tawakkal-an kepada Allah.

Dan barangsiapa yang tidak tawakkal kepada Allah berarti sama saja dengan mempersekutukan Allah dengan sesuatu selainNya alias memproklamirkan diri sebagai bagian dari kaum musyrikin. Dan menjadi bagian dari kaum musyrikin sama saja dengan menjadi loyalis kepada syetan, fihak yang semestinya seorang beriman bermusuhan dengannya dan tidak berkompromi sedkitpun dengannya.

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا

إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

”Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS Faathir ayat 6)

اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ

حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ

”Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah hizbusy-syaithan (pasukan/golongan/partai syetan). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbusy-syaithan itulah golongan yang merugi.” (QS Al-Mujaadilah ayat)
Diposkan oleh DJUHERNAIDI di 01:32 0 komentar
Label: Akidah
Renungan Ayat
“Maka Aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh:10-12)

…Dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (QS. Ali ‘Imran: 17)


Apa Itu Istighfar….???

Anda tahu Istighfar?? Pastilah tahu dan kita tahu apa itu Istighfar. Sedikitnya membaca Istighfar itu adalah:

Astaghfirullah Al-Azhim
“Aku meminta ampun kepada Allah Yang Maha Mulia.”

Yang panjang lagi:

Astaghfirullahal Azhim Min Kulli Zanbin Wa Atubu Ilaihi
“Aku meminta ampun kepada Allah Yang Maha Mulia Dari Semua Dosa Dan Aku Taubat Kepadanya.”

Sedikitnya membaca Istighfar sehari semalam sebanyak 70 x, atau tambah aja deh jadi wirid harian sebanyak 100 x. Karena baginda Nabi, yang dosanya telah diampuni tapi nggak pernah ninggalin Istighfar:

“Demi Allah, aku sungguh beristighfar (mohon ampun) kepada Allah dan taubat kepadanya, (dengan membaca Istighfar) lebih dari 70x dalam sehari.” (HR. Bukhari)

Tentu saja dosa besar (Al-Kabair) tidak cukup hanya dengan membaca Istighfar saja, tapi harus memenuhi syarat taubat (selanjutnya silahkan mencari di Internet, toko buku, Tanya ustadz di majelis taklim dll)

Dengan demikian Istighfar itu adalah pengakuan dosa kita kepada allah, permohonan maaf kepada Allah, Sang Penguasa Dunia, dan Istighfar juga adalah “jawara’ nya doa. Seperti yang disebutkan dalam satu ayat:

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya (tidak tidur) dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.” (QS. As-Sajdah: 16)

Kunci Rezeki…..Istighfar..!!!

Coba perhatikan ayat paling atas, bahwa ketika seseorang beristighfar ada beberapa “reward” dari Allah Swt yaitu:

# Istighfar membuahkan ampunan dari Allah

# Istighfar menghapus dosa

# Istighfar mendatangkan kesuburan dengan datangnya hujan

# Istighfar membuahkan rezeki bagi para pembacanya

# Istighfar akan membuahkan pula keturunan

# Istighfar menjadikan sawah ladang makmur/ sukses dalam bisnis atau karir


Ternyata Istighfar itu juga solusi jitu medatangkan rezeki sebagaimana Rasulullah Saw pernah ditanya ketika seseorang mengeluh karena rezeki, Rasulullah Saw menjawab:

“Engkau harus beristighfar.”

Begitu pula ketika ditanya tentang keturunan, beliapun menjawab:

“Engkau harus beristighfar.”

Kemudian Abu Hurairah bertanya karena bingung semua jawaban sama dari beberapa pertanyaan berbeda, kemudian Rasulullah Saw membaca ayat paling atas tadi.
Di lain tempat Rasulullah Saw bersabda:

“Barang siapa yang selalu membaca Istighfar, maka Allah akan memberinya solusi dari semua kesulitan dan memberikan rezeki yang tidak disangka-sangka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Lakukan Secara Kontinu...Lebih Bagus Di Waktu Subuh
Tentu saja solusi dari semua permasalahan ini tidak hanya cukup dengan “hanya” beberapa kali atau beberapa hari saja. Sampai kapan??? Itu hak preogratif Allah semata. Namun yang jelas kualitas ilmu pengetahuan Islam seseorang akan mempengaruhi penilaian Allah kepada kita. Kontinunitas sangat berperan pula dalam satu ibadah dibanding banyak kemudian ditinggalkan.
Yang paling baik adalah membaca Istighfar di waktu sahur seperti di ayat kedua yang tertulis di atas.

Teman-teman..!! ternyata solusi itu ada dekat sekali, ada di samping kita, dia tidak jauh, ternyata ada dalam Al-Qur’an itu sendiri. Tidak perlu mendatangi paranormal, dukun, bertanya pada kartu tarot, lihat perbintangan..Aduh teman!! Itu malah membuat Allah murka!!
Ayo sekarang kita mulai belajar Islam, kita pelajari Al-Qur’an, kita bongkar hadist agar menjadi solusi dari semua permasalahan kita.

Yuk Jaga Mulut dan Tangan Kita
Bagi yang sering MEMPERMASALAHKAN JUDUL…dengan senang hati kami menjawab, silahkan baca kalau suka, dan tidak ada yang memaksa antum kalaupun tidak suka membacanya. Karena bagaimanapun tidak ada yang rugi karena semuanya dilakukan dan dibuat oleh saya pribadi.
Mari kita jaga hati, mulut dan raga kita agar tidak menyakiti orang lain. Jadilah kita pembawa rahmat dan berkah bagi yang lainnya, dan Insya Allah hal itu penyelamat kita kelak…
Mohon tulis komen yang baik dan manfaat yang mengarah kepada ketaatan dan takwa. Dapat diambil manfaat oleh kita yang sedang mencari ilmu agama. Pasti, sekecil apapun perbuatan ada balasannya.
Diposkan oleh DJUHERNAIDI di 01:19 0 komentar
Label: Do'a
Mohon Izin dan Do'a
Bismillahirahmanirohim
Allahumma inni Asaluka ilma nafian wa rizqon wasian wa syifaan min kulli dain

Ya Allah, aku memohon pada Mu ilmu yang manfaat, rezeki yang luas dan obat dari segala penyakit

Ayo....
Ayo kita berkata baik, ayo kita memberi berkah dan manfaat kepada orang lain, ayo kita menanam benih kebaikan, ayo kita mendekat kepada Allah, ayo kita mencoba sebisa mungkin mengikuti sunnah Nabi Saw....Karena apa!!!! karena apapun bentuknya akan ada balasannya kelak. Yang buruk dibalas buruk begitu pula yang baik.......


Renungan Hadist
“Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhya pada hari kiamat nanti ia akan datang untuk memberi syafaat (penolong) bagi para pembacanya (yang mengamalkan).” (HR. Muslim)


I. Apa Kata Mereka Tentang Al-Qur’an

Utsman bin Affan ra, “Andaikata hati kalian itu bersih, maka tidak akan pernah kenyang dari kalam Rabb (ingin selalu membaca Al-Qur’an).”

Ibnu Mas’ud ra, “Barangsiapa ingin mengetahui apakah ia cinta kepada Allah (atau tidak), hendaknya mengukur dirinya dengan Al-Qur”an. Jika ia cinta kepada Al-Qur”an (selalu membacanya), berarti cinta kepada Allah, karena Al-Qur’an adalah kalam Allah.”

Khabab ra, “Mendekatlah kepada Allah semampumu! Ketahuilah jalan yang paling disukai oleh Allah untuk mendekat pada-Nya adalah membaca Al-Qur”an.”

Simulasi Jangka Sorong