SBY menjelaskan menit-menit terakhir saat ia memutuskan untuk batal ke Belanda.
"Sejam sebelum berangkat, sebelum take off, terjadi dinamika yang sangat penting," kata SBY di Kantor Presiden, Kamis 7 Oktober 2010.
Diceritakan SBY, saat itu ia menerima surat dari Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa. Isi surat itu langsung dikonfirmasikan pada Duta Besar RI di Belanda, JE Habibie.
"Bahwa benar, seperti itu keadaan di Den Haag. Jam-jam itu singkatnya akan digelar sebuah pengadilan di Den Haag, bukan pengadilan internasional, tapi pengadilan lokal untuk memenuhi tuntutan beberapa orang yang menamakan diri RMS (Republik Maluku Selatan).
"Yang ganjil, tuntutan pada 4 Oktober, pengadilan memutuskan menggelar persidangan pada 5 Oktober," kata SBY.
"Saya kira itu pengadilan paling cepat di dunia, satu hari diajukan langsung digelar," kata dia.
Isi tuntutan yang diajukan RMS adalah dugaan pelanggaran HAM pada RMS dan meminta pemerintah Belanda menangkap Presiden RI.
"Terhadap ini, dalam waktu 45 menit, setelah konfirmasi dan mendengar pendapat Wapres dan menteri terkait saya memutuskan untuk menunda dan membatalkan."
Menurut SBY, ini melanggar etika dan tata cara hubungan antar bangsa.
"Saya tahu pemerintah Belanda tak bisa ikut campur pengadilan. Tapi saya diundang Ratu dan Perdana Menteri Belanda. Dan pengadilan bagian sistem -- haruskah itu digelar untuk menyambut kedatangan saya," kata SBY.
Padahal, tambah presiden, pada 1995 kedatangan Ratu Belanda disambut dengan kehangatan dan keramahtamahan. Juga ketika PM Belanda hadir.
"Sulit saya terima ketika saya datang tiba-tiba disambut seperti itu."
"Saya tidak takut ada unjuk rasa, biasa ketika pemimpin negara datang disambut unjuk rasa. Saya tidak gentar ancaman keamanan karena ada sistem pengamanan dan paspampres yang menjaga saya," tegas SBY.