Saya berani mengatakan bahwa tanggal 7 November yang lalu adalah tanggal
yang terbilang penting bagi masyarakat ilmiah terutama bidang fisika dan
kimia. Karena di tanggal itulah, 145 tahun yang lalu, di kota Warsawa
(Polandia) lahir seorang bayi perempuan dari seorang ibu bernama
Władysław Skłodowsk. Bayi inilah yang kemudian menjadi seorang pemegang
tongkat estafet perjuangan membongkar rahasia hakikat zat. Menjadi
Ilmuan wanita pertama yang dianugrahi penghargaan tertinggi di bidang
ilmu pengetahuan - Nobel Prize. Dan tidak tanggung-tanggung, dalam dua bidang sekaligus - Fisika (1903) dan Kimia (1911). Dialah Marie Skłodovska-Curie.
Sebelum memaparkan lebih jauh tentang penemuan Madam Curie, demi
keutuhan ‘cerita’, alangkah lebih baiknya jika kita menelisik kebelakang
dari penemuan Röntgen dan Bequerel.
Pada 28 Desember 1895, Wilhelm Röntgen mempublikasikan papernya yang
berjudul “On A New Kind Of Rays”. Judul asli: Über eine neue Art von
Strahlen. Paper tersebut ia serahkan kepada Himpunan Fisika-Medis
Wurzburg Jerman. Dalam paper yang hanya dua lembar tersebut, ia
menjelaskan asal-usul sinar-X, cara menghasilkan sinar itu dan sebagian
besar sifat yang ia amati. Hasil kerjanya itu menjadikan ia sebagai
fisikawan pertama yang dianugerahi hadiah Nobel pada tahun 1901.
Namun sebenarnya, temuan pentingnya itu masih menyisakan persoalan.
Percobaan Sinar X yang dilakukannya saat itu meninggalkan bekas lain
dalam tabung sinar katode yang ia gunakan. Selama berlangsung percobaan,
pada titik benturan sinar katoda dengan dinding gelas terpancar pula
sebintik cahaya warna hijau-kuning-menyala. Bagaimana menjelaskan
kehadiran bintik aneh itu?
Adalah Henry Bequerel, fisikawan Prancis yang tertarik untuk menyelidiki
hubungan antara pancaran sinar-X dan bintik cahaya tadi dengan cahaya
yang dipancarkan bahan fosforesens. Penyelidikan inilah yang justru
mengarahkannya juga pada penemuan sinar-tak-tampak ‘aneh’ yang berasal
dari garam “uranium-kalium-sulfat” sendiri. Bukan dari fosforesens
akibat sinar matahari. Penemuannya ia publikasikan di Junal Ilmiah
Perancis, Comptes Rendus pada 1896 dengan judul “On the Invisible Radiations Emitted by Phosphorescent Substance”. Sinar aneh itu kemudian diberi nama sinar Bequerel.
Temuan penting Bequerel itu kurang mendapat perhatian dari kalangan
fisikawan saat itu. Setahun berselang, barulah ada seorang mahasiswi S3
asal Polandia, Marie Curie dari Universitas Sorbone, Paris yang
mengangkat temuan itu ke kancah penelitian fisika untuk disertasi
doktoralnya.
Yang ia lakukan adalah menguji ulang semua bahan yang saat itu diketahui
mengandung uranium untuk menyelidiki lebih lanjut bukti dari keberadaan
sinar Bequerel. Dan ia sampai pada kesimpulan, semakin banyak unsure
uranium yang dikandung suatu garam uranium, semakin kuat pengionan yang
dilakukan pada garam udara di dalam botol elektroskop.
Selanjutnya ia tertarik untuk menyelidiki kemungkinan terdapatnya unsur
alam lain yang dapat memencarkan sinar bequerel. Dan terbukti, pada 1898
ia menemukan bahwa thorium juga memancarkan sinar bequerel. Bahwa
ternyata, sinar itu bukanlah khas dari unsure uranium. Dari sanalah ia
mengusulkan nama sinar radioaktif untuk gejala pemancaran sinar bequerel
(kata radio diambil dari bahasa Yunani yang berarti sinar. Jadi,
radioaktif bermakna ‘sinar aktif’). Penemuan itu ia publikasikan Junal
Ilmiah Perancis, Comptes Rendus dengan judul “Rayons émis par les composés de l’uranium et du thorium” [surveying the material world for radioactivity, finding it in uranium and thorium minerals]
Penemuan ini dipicu ketika mereka mengetahui bahwa kekuatan
keradioaktifan uranium dan thorium dalam bentuk mineral tambang lebih
besar ketimbang hasil pemurniannya secara kimiawi di laboratorium.
Hingga sampailah ia (dan suaminya Piere Curie) pada kesimpulan bahwa
efek ini disebabkan oleh terdapatnya unsur-unsur lain dalam mineral
uranium dan thorium, dengan kekuatan keradioaktifan tinggi, yang belum
diketahui sebelumnya. Pada pertengahan 1898 ia da melaporkan hasil
penelitiannya pada Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis. Dengan menamai
unsur tersebut sebagai polonium untuk menghargai tanah air Madame Curie:
Polandia.
Saat sedang berfokus pada pemisahan polonium, Curie suami-isteri
menemukan suatu tanda kehadiran unsur radioaktif lain dalam uranium yang
dikenal dengan nama pitchblende. Di akhir Desember tahun itu, mereka
berhasil menemukan satu unsur lagi yang keradiaotifannya sejuta kali
lebih kuat dari uranium. Unsur itu mereka namai radium.
Usaha tak kenal lelah selam hampir empat tahun, di bawah kondisi
ekperimen yang sulit adalah sebuah perjuangan panjang dalam membongkar
sebagian dari rahasia semesta. Upaya semacam itu memang patut di
anugrahi penghargaan tertinggi dalam ilmu pengetahuan. Panitia Nobel
memutuskan untuk menganugrahi Curie suami-isteri pada tahun 1903 di
bidang Fisika bersama Bequerel. Delapan tahun kemudian, pada 1911
Madame Curie kembali dianugrahi hadiah Nobel, dan yang ini untuk bidang
Kimia.
Marie Curie punya anak-anak kecil tatkala dia menyelesaikan penyelidikan
ilmiah paling pentingnya. Puteri tertuanya bernama Irѐne yang kemudian
menikah dengan Jean Fѐrdѐric Joliot. Keduanya adalah ilmuwan brilian
yang berhasil melakukan transmutasi inti atom buatan yang bersifat
radioaktif. Karena ekperimen tersebut dipandang menghasilkan terobosan
yang penting dalam perkembangan ilmu kimia, panitia Nobel menganugrahi
hadiah Nobel Kimia pada 1935 kepada mereka. Penemuan ini sering disebut
‘keturunan’ dari penemuan sebelumnya yang dilakukan oleh Madam Curie.
Sungguh luar biasa keluarga ilmuwan peraih hadiah Nobel ini.