ABU DHABBI – Sejumlah negara besar
bertemu hari Kamis (9/6/2011) untuk memetakan apa yang disebut
Washington sebagai “Libya pasca Gaddafi” di saat ratusan juta dolar dana
internasional dikucurkan untuk mendukung pemberontak.
Presiden Senegal, Abdoulaye Wade, sementara itu, mendesak pemimpin Libya, Muammar Gaddafi, untuk mundur.
“Lebih cepat lebih baik,” kata Wade ketika menjadi kepala negara
pertama yang mengunjungi benteng pemberontak Benghazi di Libya timur.
Menlu AS, Hillary Rodham Clinton, dan rekan-rekan dari NATO serta
negara-negara lain yang berpartisipasi dalam serangan udara terhadap
pasukan Gaddafi mengadakan pembicaraan putaran ketiga mengenai Libya di
ibukota Uni Emirat Arab, Abu Dhabi.
“Gaddafi tak mungkin lagi bertahan lama. Kami bekerja sama dengan
mitra internasional melalui PBB untuk merencanakan Libya pasca-Qaddafi,”
kata Clinton di hadapan peserta Tim Kontak Internasional.
“Waktu memihak kami,” lanjut Clinton. Ia menambahkan bahwa tekanan
militer, ekonomi, dan politik internasional harus terus diberikan kepada
Muammar Gaddafi yang telah berkuasa selama empat dekade.
“Pada hari-hari mendatang,” katanya, “kita harus mengoordinasikan
banyak rencana dan bekerja sama” dengan Dewan Transisi Nasional (NTC)
dan orang-orang Libya.”
“Masing-masing kami berusaha untuk melindungi rakyat Libya dan
meletakkan fondasi demi masa depan Libya yang bersatu, demokratis, dan
damai,” bual Clinton.
Clinton memang tidak mengatakan bahwa AS mengucurkan dana langsung
untuk para pemberontak. Dana yang selama ini diberikan AS ($ 26,5 juta),
kata Clinton, murni untuk membantu korban konflik, termasuk untuk para
pengungsi Libya. Uang tersebut kemungkinan akan disalurkan melalui
badan-badan donor.
Meski demikian, para pejabat Amerika mengatakan Amerika Serikat akan
mendesak negara-negara Arab untuk memberikan lebih banyak dana untuk
membiayai pemberontakan.
Pemerintahan Obama sudah dikritik oleh beberapa lawannya karena memungkinkan Inggris dan Perancis untuk memimpin misi NATO.
Mantan menteri luar negeri Libya dan utusan untuk PBB, Abdurrahman
Shalgam, mengatakan kepada wartawan bahwa NTC membutuhkan setidaknya $ 3
miliar untuk menjalankan semua misinya selama empat bulan berikutnya di
Libya.