PROBOLINGGO - Angin puting beliung biasa terjadi secara tiba-tiba di musim pancaroba (pergantian musim). Angin dengan kecepatan sekitar 30-40 knot itu bisa memporakporandakan atap bangunan. Karena datangnya mendadak, warga pun panik. Sebagian lagi bahkan menjadi korban akibat tertimpa atap bangunan.
Kota Probolinggo yang selama ini punya ikon Angin Gending, juga tidak bisa lepas dari hempasan angin puting beliung yang biasanya disertai hujan itu. Meski muncul tiba-tiba, ternyata kedatangannya bisa dideteksi. Dengan peralatan sederhana juga bisa, seperti peralatan hasil karya dua siswi SMA 4 Kota Probolinggo, Maretta Dwi Tika Ramuna dan Vitessa Novitawati.
Temuan peralatan sederhana pendeteksi angin puting beliung tersebut mengantarkan kedua siswi kelas XI itu menjadi nominator dalam Lomba Penulisan Ilmiah Remaja (LPIR) 2009 lalu.
"Alhamdulillah, meski dari daerah, SMA kami bisa tampil menjadi nominator di tingkat nasional," ujar Kepala SMA 4, Drs HM. Suradji Chabir MPd I. Peralatan pendeteksi angin puting beliung itu berasal dari barang-barang bekas. Didampingi Anthony Kurniadi SPd, guru pendamping karya ilmiah remaja (KIR), dua siswi Maretta dan Vitessa kemudian menunjukkan peralatan detektor angin.
"Kebanyakan dari barang bekas, ada bola plastik, kayu, besi, hingga rantai, yang biaya pembuatannya sekitar Rp 100 ribu," ujar Anthony.
Maretta dan Vitessa kemudian memeragakan mekanisme kerja peralatan tersebut. Empat bola setengah lingkaran (bola dibelah) ditusuk kayu akan berputar jika ada embusan angin.
Putaran empat bola itu disambungkan dengan pada poros bergerak yang dilekati bandul dari rantai. Saat angin bertiup kencang, bandul tersebut terangkat dengan sudut 90 derajat sehingga menyentuh kabel tembaga. Saat kabel "konek" bel dengan dua baterei membunyikan sinyal tanda bahaya.
Efektivitas peralatan sederhana itu, kata Maretta, sudah pernah diuji coba baik di dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor). "Saat kami uji indoor dengan dua kipas angin yang menghasilkan kecepatan angin 10,7 knot sinyal bahaya berbunyi," ujarnya.
Peralatan tersebut juga diuji di halaman sekolah yang dihempas Angin Gending dengan kecepatan 10,7 hingga 18,7 knot. Lagi-lagi detektor angin itu langsung "menyalak".
"Kalau dengan Angin Gending saja peralatan ini sudah peka, apalagi saat tertiup angin puting beliung yang kecepatannya 30-40 knot, suara sinyalnya semakin keras," ujar Vitessa.
Dengan demikian, ketika peringatan dini itu sudah terdengar, masyarakat diminta untuk waspada. Warga bisa keluar rumah atau menjauh dari pohon yang kemungkinan bakal dihempas angin keras berputar-putar itu.
Maretta menambahkan, semakin besar luas penampang baling-baling maka semakin banyak menangkap tiupan angin. Jika sinyal ingin lebih keras, bel pintu bisa diganti dengan klakson mobil dengan catu daya lebih besar.
Melihat efektivitas peralatan ini, Probolinggo yang dikenal kota angin, sebaiknya punya detektor seperti "made in" siswa SMA tersebut. Dengan alarm yang lebih besar, tentu bisa menjangkau seluruh sudut kota.