Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) seharusnya berperan dalam melakukan
upaya-upaya penanggulangan aksi terorisme. Namun pada praktiknya BNPT
lebih banyak mendukung aksi Datasemen Khusus 88 Polri yang kerap dinilai
tak berprikemanusiaan dalam menangkal aksi terorisme di Indonesia.
Keberadaan BNPT yang merupakan lembaga di bawah Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) memang patut disyukuri karena diharapkan dapat menjadi peredam gejolak terorisme di Indonesia.
Keberadaan BNPT yang merupakan lembaga di bawah Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) memang patut disyukuri karena diharapkan dapat menjadi peredam gejolak terorisme di Indonesia.
Namun kenyataannya, peran BNPT justru makin menambah keruh suasana
dengan mengeluarkan opini yang sarat dengan kebencian terhadap kelompok
tertentu.
Hal ini bisa kita lihat dari berbagai komentar yang dikeluarkan oleh
Kepala BNPT Inspektur Jendral (Purn) Ansyaad Mbai di hadapan publik,
yang kerap mengeluarkan pernyataan panas yang cenderung provokatif,
termasuk komentarnya di sebuah stasiun televisi swasta yang menyatakan
pemberantasan terorisme tidak perlu pakai HAM.
“Kita sebenarnya berharap keberadaan BNPT bisa melakukan
pemberantasan terorisme tanpa menciptakan bentuk teror baru. Tapi
rupanya BNPT menjadi gurunya Densus 88 memberantas terorisme dengan cara
tunggal, yaitu aksi represif,” kata Komisioner Komnas HAM Dr.
Saharuddin Daming, SH, MH dalam acara “Dialog Publik Solusi Penanggulangan Terorisme” di kantor Komnas HAM, Jl Latuharhary No. 4B Menteng, Jakarta Pusat, pada kamis (12/5/2011).
Kepala BNPT Inspektur Jendral (Purn) Ansyaad Mbai yang telah diundang
dan sejatinya ikut berbicara dalam dialog tersebut, dilaporkan
berhalangan hadir karena alasan yang tidak diketahui pasti. Demikian
yang ditulis Hidayatullah.
Fokus utama pendirian Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT)
terletak pada proses pencegahan aksi terorisme di Indonesia, hal ini
tertuang dalam Keputusan Presiden RI No 18/M tahun 2011 tentang
pendirian BNPT.
“Maka dengan merekomendasikan melakukan aksi represif, BNPT
sebenarnya sudah melanggar ketentuan Keppres itu,” imbuh komisioner
tunanetra ini.
“Peran BNPT itu persis seperti Badan Penanggulangan Bencana Alam.
Tugasnya melindungi, mengawasi, dan mencegah terjadinya bencana,”
katanya.
Seperti yang diketahui Ansyaad Mbai yang resmi dilantik sebagai ketua
BNPT pada 7 September 2010 memang kerap mengeluarkan pernyataan
provokatif dan seolah mengarah pada kelompok gerakan Islam tertentu di
Indonesia. Hal ini membuat aktivis beberapa gerakan pun tidak menaruh
respek padanya.
Ansyaad yang juga pernah ditertawakan para wartawan media Islam
beberapa waktu lalu terkait pernyataannya yang mengkafirkan Syaikh
usamah itu ternyata sama sekali tak mengerti apa-apa tentang pemahaman
Islam. Bahkan ia sempat melongo saat dikatakan Nurkholis dan Jalaluddin
Rahmat adalah Jaringan Islam Liberal (JIL), padahal hal tersebut bukan
lagi rahasia.
Pernyataannya tentang lembeknya hukum terorisme di Indonesia dan
membandingkan dengan Malaysia, membuat Ansyaad menyarankan agar di
Indonesia harus tegas dan keras seperti Malaysia dimana para tersangka
dan mantan Napi yang terkait kasus “terorisme” dilarang untuk
berceramah.
“Keberhasilan demi keberhasilan” yang ditorehkan tim Densus 88 dalam
“mengeksekusi mati” para terduga “teroris” dinilai sebagai aksi yang
secara langsung terilhami pernyataan Ansyaad tentang tak diperlukannya
aturan HAM dalam kasus teroris.
Dari sini, dapat kita lihat betapa bahayanya pemikiran Ansyaad, yang
dengan bahasa kasarnya bisa dikatakan “bahwa tak perlu lah memanusiakan
teroris”. Tokoh yang demikianlah yang makin memperkeruh suasana keamanan
di Indonesia.