
Washington DC: Beban anggaran miliaran dolar yang dibutuhkan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) membuat pemerintahan Barack Obama mulai mempertimbangkan melakukan swastanisasi. Yakni, terhadap pembangunan sarana dan prasarana, pelucuran serta pengoperasian pesawat luar angkasa. Demikian seperti dirilis Associated Press, baru-baru ini.
Nantinya pemerintah AS hanya akan menyewakan bagi astronot dengan pesawat ke luar angkasa, seperti halnya menumpang taksi. Pemerintah beranggapan ide mengirim astronot ke orbit, yang dilakukan NASA selama 49 tahun ini, sudah mulai usang dan mendorong pihak swasta dapat melakukannya.
Dengan membiayai program sebanyak US$ 6 miliar atau sekitar Rp 60 Triliun saja, bisa mendapatkan keuntungan yang besar dan bersaing. Karena memiliki pangsa pasar dari pengguna BlackBerry, iPhone, dan Android. Demikian dikatakan John Gedmark, Direktur Eksekutif Federasi Penerbangan Luar Angkasa Komersial atau CSF.
Gedmark percaya NASA nantinya sebagian besar atau seluruhnya dapat diprivatisasi. Privatisasi akan membuat NASA dapat melakukan banyak hal. Seperti menjelajahi luar orbit bumi, melakukan penelitian lanjutan dan mempelajari satelit bumi dengan lebih baik. Dan akan memacu generasi perusahaan swasta baru berbasis internet untuk berinovasi.
Namun, beberapa kalangan khawatir dampak privatisasi akan membuat orang kehilangan pekerjaan. Termasuk, berisiko terhadap keselamatan awak dan kru NASA. Bahkan, dianggap berbahaya jika pemerintah akan kehilangan pengetahuan yang vital dan kontrol.
Gedung Putih dikabarkan saat ini masih akan menyuntikkan modal sebesar US$ 5.9 miliar atau sekitar Rp 59 triliun untuk keseluruhan anggaran selama lima tahun.